MEMIMPIN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL
PENGANTAR
Manusia memiliki kecerdasan fisik, IQ (kecerdasan intelligence), EQ (kecer- dasan emosi) dan SQ (kecerdasan spiritual). Tulisan berikut, khusus membi-carakan EQ (kecerdasan emosional) dan SQ (kecerdasan spiritual), dikaitkan dengan fungsi kepemimpinan seorang pemimpin negara atau pemerintahan .
Indikasi kecerdasan EQ dan SQ dapat digunakan untuk memprediksi kemam- puan seseorang pemimpin Negara/pemerintahan dalam hal kecerdasan/ kemampuan pengelolaan emosional dan spiritual, terutama dalam melaksa- nakan kepemimpinan seperti: mengkoordinasikan, memotivasi, mendapat- kan simpati, mententramkan, menenangkan dan menguasai situasi, mengge-rakkan, meyakinkan dan merealisasikan kebijakan/program, serta menga-rahkan berbagai unsur dan fungsi manajemen pemerintahan, yang perlu di- laksanakan dengan tekad, semangat, sikap, perilaku dan pendekatan yang efektif serta diterima oleh masyarakat yang dipimpinnya.
Disamping itu, juga memberikan gambaran singkat mengenai seberapa besar kemampuan para pemimpin mengeksplorasi kecerdasan fisik, inteligensi, emosi dan spiritual itu dalam pelaksanaan tugas dan fungsi kepemimpin-annya.
PENGERTIAN
Sepantasnya seorang pemimpin pemerintahan atau negara memiliki ke- empat kecerdasan itu sekaligus, mengingat cakupan, aspek dan dampak hasilnya cukup signifikan.
Keempat kecerdasan anugerah Yang Maha Esa dimaksud, selain keberadaan- nya pada seseorang berbeda tingkatannya, namun semua orang memilikinya. Pada dasarnya kecerdasan tsb dapat dikembangkan dengan upaya pemaham- an, latihan maupun pengalaman, namun tingkat kualitas hasilnya berbeda- beda tergantung seberapa besar kecerdasan tsb dimiliki seseorang dan ting- kat upaya mengembangkannya.
Uraian singkat pengertian keempat kecerdasan dimaksud sbb:
Pertama, kecerdasan fisik, yang menyangkut metabolisme dan fisiologis. Tubuh kita sebenarnya telah memiliki perlengkapan untuk cerdas melindungi diri, misalnya ketika gula darah dalam tubuh kita naik, maka secara cerdas tubuh mengeluarkan insulin/penawarnya sehingga mampu menormalkan kembali.
Demikian pula apabila tenggorokan kita terserang flu, maka panas badan kita naik dan batuk-batuk, suatu upaya otomatis untuk menyehatkan kembali. Demikian pula reaksi/tanggapan spontan tubuh terhadap berbagai penya-kit/gangguan kesehatan baik dari dalam maupun luar, misalnya terhadap luka, sakit maag, darah tinggi dan lain-lain.
Kedua, kecerdasan intelektual, biasa dikenal dengan IQ (intelligence quatient. Inilah kecerdasan yang dihasilkan oleh otak kiri, berupa berfikir linear, matematik, logis dan sistematis, yang tidak melibatkan perasaan/e- mosi (impersonal).
Keunggulan kecerdasan ini, biasanya berupa hasil pemikiran yang akurat, penuh pertimbangan logika, tepat, dan dapat dipercaya. Kecerdasan inilah yang kemudian menghasilkan berbagai kemajuan teknologi di berbagai bi- dang, seperti teknik konstruksi gedung, teknologi kedokteran, teknik informa- si (IT), permesinan, serta berbagai peralatan kebutuhan manusia modern.
Ketiga, kecerdasan emosional (EQ), bekerja secara asosiatif, merupa- kan kemampuan mengelola emosi, dalam mengenali perasaan kita sendiri dan perasan orang lain, meliputi : (1) kemampuan memotivasi diri sendiri dan (2) kemampuan mengelola emosi dengan baik diri sendiri dan perasaan orang lain (kemampuan berinteraksi sosial).
Kecerdasan emosi ini, penerapannya dilakukan melalui pengelolaan gejala tubuh antara lain kapan kita tersenyum, cemberut, terlihat gembira/susah, suara lembut/keras dsb guna menanggapi situasi sekitar atau lingkungan de- ngan tujuan positip.
Penerapan kecerdasan emosi, bagi seorang pemimpin hendaknya diaktualisasikan dalam :
- Kesadaran diri. Pemimpin harus memahami dengan benar apa yang dirasakan rakyat/karyawannya dimanapun dan kapanpun, kemudian menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sen- diri. Disamping itu, Ia perlu memiliki tolok ukur yang realistis atas ke- mampuan diri sendiri serta adanya kepercayaan diri yang kuat;
- Pengaturan diri. Ia mampu menangani atau mengelola emosinya sedemikian sehingga berdampak positip kepada pelaksanaan fungsi dan tugasnya, peka terhadap kata hati atau nurani, dan sanggup me- nunda kenikmatan/keuntungan yang menjadi haknya, sampai berhasil tercapainya suatu sasaran, atau mampu pulih kembali dari tekanan emosi;
- Motivasi. Mampu menggunakan hasratnya yang paling dalam untuk menggerakkan dan menuntun dirinya menuju sasaran, membantu mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif atas orang-orang lain, serta mampu bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi;
- Empati. Merasakan secara mendalam apa yang dirasakan oleh orang lain/rakyat, mampu memahami perspektif mereka, cerdas menumbuh- kan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan berbagai tingkat dan golongan masyarakat.
- Ketrampilan sosial. Mampu menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain. Pemimpin dengan cermat mampu membaca situasi dan jaringan sosial yang ada. Mampu berinteraksi dengan lancar, serta menggunakan ketrampilan sosial ini untuk mem- pengaruhi, mengkoordinasikan, dengan bijak menyelesaikan perseli-sihan, perundingan, serta bekerjasama dalam banyak hal. Pemimpin harus memiliki kepintaran dalam menggali dan menggugah tanggapan yang dikehendaki orang lain, sehingga mampu menghasilkan toleransi dan kerjasama yang harmonis
Keempat, kecerdasan spiritual, adalah kemampuan seseorang untuk mengerti dan memberi makna spiritual dan batiniah apa yang dihadapi/tan-tangan dalam kehidupan. Pemimpin yang memiliki kecerdasan ini mampu memiliki fleksibilitas dalam menghadapi berbagai persoalan/tantangan da- lam masyarakat. Disamping itu ia memiliki tekad, semangat, keyakinan dan perilaku yang bersifat positip, luhur dan jujur.
Bagi seorang pemimpin negara misalnya, ia tidak boleh gampang kagetan atau gampang panik, serta mampu menghadapinya dengan arif. Demikian pula hendaknya bagi seorang ketua rumah tangga, pemimpin kantor, pemim- pin kelompok dsb, yang berbeda hanyalah kualitas dan tingkat kearifan serta formatnya saja.
Kecerdasan spiritual (SQ) ini pada dasarnya fungsinya adalah :
- Mengintegrasikan IQ dan EQ agar bisa berfungsi lebih efektif, dengan melengkapi unsur spiritual di dalamnya;
- Memberi peran intuisi untuk memperoleh nilai tambah dan makna hidup;
- Membangkitkan potensi otak kanan untuk kreativitas dan pemecahan masalah dengan arif.
- Memberi petunjuk kepada manusia untuk menghadapi situasi tidak menentu atau mencekam, misalnya terancamnya jiwa diri/masyarakat akibat krisis keamanan, akibat perang/pemberontakan, ketakutan aki- bat kekacauan perpolitikan yang parah, tertekannya nurani akibat mu- sibah keluarga atau bencana alam yang cukup besar serta kejadian-ke- jadian yang mencekam lainnya.
- Membimbing dan mendorong perbuatan seseorang kearah hal-hal yang positif: arif, ikhlas, sabar, tawakal, jujur, penuh cinta kasih dan manusiawi, serta
- Membimbing dan mendorong menjauhi perbuatan atau hal-hal yang bersifat negatif seperti mencuri, korupsi, sombong, curang, menipu, kejam dan sebagainya.
Ciri-ciri pemimpin berkecerdasan spiritual, antara lain:
- Fleksibel (luwes), baik dalam sikap maupun cara berfikir, namun tegas dalam bertindak/pengam-bilan keputusan;
- Kemampuan refleksi (membayangkan, memancarkan cahaya/keba- ikan) tinggi;
- Kesadaran terhadap diri dan lingkungan tinggi;
- Kemampuan berkontemplasi (memandang, menimbang, memikirkan) tinggi;
- Berfikir secara holistik (mengkaitkan satu dengan lain hal secara utuh) sehingga didapatkan suatu keputusan yang tepat dan bijak;
- Berani menghadapi dan memanfaatkan penderitaan, antara lain de- ngan tebalnya keyakinan atas adanya pertolongan dari Tuhan YME, sabar, ikhlas dan tetap tegar
- Berani melawan arus atau tradisi, akibat teguhnya keyakinan yang dianutnya ;
- Memelihara dan mengelola alam semesta dengan baik, sebagai refleksi atas kebaikan, keluhuran dan keyakiinan spiritualnya.
- Jauh dari sifat arogan/sombong, berfikir dan bertindak dengan sabar dan iklas.
PENERAPAN KECERDASAN SPIRITUAL
Pemimpin yang memiliki kecerdasan spiritual ini, mampu memperlakuan rakyat/karyawan yang dipimpinnya secara manusiawi, mereka tidak diha- langi memiliki hati/nurani atau pendapat/keyakinan yang berbeda. Ia me- nyadari, tak semua permasalahan dapat diselesaikan secara logis dan linear, ada kisi-kisi yang butuh kematangan psikologis untuk menghasilkan kepu- tusan yang inspiratif bagi rakyat, karyawan atau keluarga, tergantung tingkat lingkup kekuasaannya. Rakyat/karyawan dianggap sebagai representasi dari harapan tumbuhnya kemajuan dimasa depan. Maka rakyat/karyawan harus dikelola secara manusiawi dengan cerdas;
Pemimpin yang memiliki kecerdasan emosi dan spiritual akan menghin- darkan rakyat/karyawan dari neurosis kolektif, atau menjadi masa bodoh, apatis terhadap sekitarnya, dimana keadaan ini biasanya bisa menimbulkan rasa pesimistis. Akibat lebih jauh adalah, di kalangan akar rumput akan tim- bul sikap fatalistik terhadap hidup, yang menganggap masa depan adalah sia-sia.
Akibat lebih lanjut akan terjadi krisis kepercayaan diri kolektif, yaitu baru berani bertindak asalkan bersama kelompoknya. Yang paling menyedihkan, akan tumbuh fanatisme dangkal, terutama terhadap kelompoknya sendiri.
Seorang peneliti otak manusia asal Amerika Serikat, Tony Buzan, berpenda- pat, seseorang yang menguasai ilmu agama, belum tentu termasuk cerdas secara spiritual.
Sebab harus dilihat, apakah seseorang itu memiliki sifat-sifat spiritual, seperti senantiasa taat ber-ibadah serta mengamalkan secara tulus hati atas kebaik-an-kebaikan dan larangan ajaran-Nya, yang antara lain secara umum diru- muskan sebagai seorang yang disamping taat menjalankan ritual keagamaan, juga seseorang yang : “sering berbuat baik dengan tulus, menolong tanpa pamrih, memiliki empati yang besar, memaafkan hingga ke hati, mampu memilih kebahagiaan, memiliki rasa humor yang baik, dan merasa memikul sebuah misi yang mulia (dari Allah Ta’alla)”.
Disarankan, sebaiknya sang pemimpin banyak merenungi bahwa manusia adalah hologram (cerminan) alam semesta. Ada keterkaitan antara mikro-kosmos dengan makrokosmos, terutama adanya hukum ketertarikan antara manusia dan alam (law of atraction). Manusia memiliki gen (benih sebagian sifat) Tuhan, yang sudah built up dalam dirinya, berupa spiritualitas.
Berbagai cara untuk meningkatkan kecerdasan spiritual dan emosional, antara lain:
- Memahami substansi ajaran agama yang dianut dengan tekun bukan hanya melakukan syariat saja, atau hanya menguasai tarekat, tetapi sebaiknya hingga mencapai hakekat, bahkan sampai tingkat ma’rifat;
- Seringlah melakukan perenungan (kontemplasi) mengenal diri sendiri, kaitan hubungan dengan orang lain, serta memahami dari segi nurani dan spiritual peristiwa yang dihadapi. Hal ini untuk memahami makna atau nilai dari setiap kejadian dalam kehidupan;
- Kenali tujuan hidup, tanggungjawab, dan kewajiban dalam hidup kita. Jika segalanya mudah, lancar dan membahagiakan, bearti tujuan hidup cukup pantas. Sebaliknya, bila banyak rintangan dan kegagalan, berarti ada sesuatu kecerdasan yang belum terpenuhi, baik yang bersifat fisik, emosi maupun spiritual.
- Tumbuhkan kepedulian, kasih sayang dan kedamaian.
- Peka-kan diri terhadap bisikan, inspirasi dan instuisi. Inilah proses channeling (penyaluran, hubungan) dengan Tuhan. Datangnya sering simbolik, terkadang tidak linear.
- Ambil hikmah dari segala perobahan (termasuk penderitaan) sebagai jalan untuk peningkatan mutu kehidupan kita, karena semua itu meru- pakan cobaan/ujian.
- Kembangkan Tim Kerja dan Kemitraan, yang saling asah, asih dan asuh.
- Belajar melayani orang lain dan rendah hati.
MENCAPAI KEBENARAN SPIRITUAL DAN EMOSIONAL
Seseorang pemimpin negara, perusahaan atau rumah tangga, hendaknya me- manfaatkan kecerdasan spiritual maupun emosional dengan cara sering berinteraksi dengan sekitar. Misalnya sering melakukan kegiatan sosial, sebab hendaknya diingat bahwa apabila kita lebih banyak memberi, maka kita akan lebih banyak menerima. Itulah hukum ketertarikan manusia dan alam. Setiap saat hendaknya carilah lahan untuk menanamkan kebajikan dan kebaikan, maka dalam jangka singkat atau lama, akan dapat menuai berkah berlipat ganda.
Selain itu rakyat/karyawan tidak dianggap lagi sebagai obyek, melainkan pihak yang sama-sama diajak menciptakan kesejahteraan, baik bagi rakyat/ karyawan sendiri maupun negara/perusahaan. Diantaranya dengan member-dayakan kemampuan masyarakat/ karyawan, dengan proses saling asah-asih- asuh antara yang dipimpin dan pemimpin. Hasilnya akan terbangun keju- juran kolektif, tercipta keterbukaan berbagai arah.
Dewasa ini keempat kecerdasan ini sangat penting dalam menghadapi arus globalisasi, memecahkan kesulitan ekonomi dan berbagai permasalahan kesejahteraan masyarakat, sehingga dibutuhkan tumbuhnya kreativitas un- tuk mengatasinya.
Kecerdasan spiritual ini keterkaitannya dengan agama antara lain pada ting- kat pencapaian tatarannya, misalnya ada orang yang hanya melakukan sya- riat saja, atau hanya menguasai tarekat, atau hingga mencapai hakekat, bahkan mampu sampai tingkat ma’rifat. Sesudah sampai pada tingkat ma’ri- fat inilah baru bisa dikatakan seseorang memiliki kecerdasan spiritual yang memadai.
Referensi :
Disarikan dan dikembangkan dari :
- Tulisan Dharnoto, Jakarta, “Memimpin Dengan Kecerdasan Spiritual”, Majalah Intisari, Agustus 2009, hlm 95-101;
- Working with Emotional Intelligence, “Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi”, Daniel Goleman, Alih Bahasa Alex Tri Koentjoro Widodo, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003;
- Mind Power, “Sukses Dalam Bisnis Dengan Memberdayakan Mental Imaging”, Picture Your Way to Success in Business, Gini Graham Scott, Ph.D, Alih Bahasa Bern Hidayat, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 1998;
- Kreativitas dan Strategi, Triguna Priyadharma, PT Golden Trayon Press, Jakarta, 2001